Ada Kejanggalan dalam Tata Niaga Zircon
Penulis : Nasrullah Nara | Senin, 19 November 2012 | 21:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Zirconium Indonesia (APZI), Ferry Alfiand, mengungkapkan sejumlah "kelucuan" alias kejanggalan dalam tata niaga zircon (Zr). Pengusaha Indonesia mengekspor zircon berupa zircon sand dengan kadar 66 persen wajib membayar pajak 20 persen dari harga penetapan ekspor (HPE). Sebaliknya, industri yang mengimpor zircon dari luar negeri hanya dikenai pajak impor 5 persen.
"Regulasi soal zircon harus ditata kembali. Jika tidak, impor zircon akan semakin menambah defisit transaksi berjalan," ujar Ferry di Jakarta, Senin (19/11/2012) malam.
Ferry menyoroti ketentuan komoditas tambang zircon yang diatur dalam lampiran Permen Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pemurnian. Regulasi tersebut tidak pro pasar dan tidak berpijak pada substansi komoditas yang diaturnya. Permen itu mensyaratkan pemurnian produk tambang zircon berkadar lebih dari 99 persen untuk zirconia (ZrO2+Hf). Padahal, menurut Ferry, konsumsi pasar dunia zirconium (ZrO2+Hf) hanya maksimal 10 persen. Sementara 80-90 persen lebih pasar zircon yang diserap pasar dunia - terutama industri keramik -- berupa produk zirconium silikat (ZrSiO4). Produk inilah yang dihasilkan di sentra zircon Indonesia, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Bangka Belitung.
"Idealnya, yang diatur dalam Permen 7/2012 adalah komoditas yang berpangsa pasar 80-90 persen yaitu zirconium silikat," ujar Ferry. Ia mengingatkan, jika pengusaha zircon Indonesia hanya dibatasi "bertarung" pada komoditas yang hanya berpangsa pasar 10 persen, maka tidak akan ada investor tertarik membangun pemurnian.
Indonesia bahkan akan kewalahan sendiri melawan pemain-pemain besar zircon dunia. Dalam percaturan zircon dunia, Indonesia saat ini hanya menempati urutan empat setelah Australia, Afrika Selatan, China. Padahal, potensi Indonesia melimpah, mampu mencapai 20.000 ton sebulan.
Menurut Fery, para pengusaha zircon di Indonesia, pada dasarnya siap membangun smelter/pemurnian. Namun di sisi lain, 15-20 pengusaha yang seluruhnya menghidupi 30.000 buruh kini bingung. Sebab, berinvestasi miliaran rupiah untuk membangun smelter dengan jenis komoditas yang berpangsa pasar hanya 10 persen, sungguh tidak ekonomis.
Ferry menambahkan, kebijakan yang tidak realistis berdampak buruk bagi iklim investasi di Indonesia. Investor asing jadi malas berusaha di Indonesia. "Lain halnya jika yang diatur permen itu direvisi dari ZrO2+Hf menjadi ZrSiO4. Potensi pasar zircon terbuka lebar di dalam dan luar negeri. Prospek investasi pasti menjanjikan," papar Ferry.
Anda sedang membaca artikel tentang
Ada Kejanggalan dalam Tata Niaga Zircon
Dengan url
http://automotivecyberspaces.blogspot.com/2012/11/ada-kejanggalan-dalam-tata-niaga-zircon.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Ada Kejanggalan dalam Tata Niaga Zircon
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Ada Kejanggalan dalam Tata Niaga Zircon
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar