Target Perekonomian Turun
Bank Indonesia Dianggap Tak Percaya Diri
Penulis : Didik Purwanto | Sabtu, 13 April 2013 | 14:04 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Indonesia (BI) dinilai kurang percaya diri terhadap target pertumbuhan perekonomian Indonesia tahun ini. Hal ini terlihat dari adanya revisi target oleh BI. Semula, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,3-6,8 persen. Namun, target itu direvisi menjadi 6,2-6,6 persen hingga akhir tahun ini. Sementara target pertumbuhan perekonomian di kuartal II-2013 masih stagnan dengan pencapaian di kuartal I-2013 dan akhir 2012 di level 6,2 persen.
"Bank sentral sedang kurang optimistis terhadap kondisi perkembangan ekonomi di global. Perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa belum pulih sepenuhnya," kata Kepala Ekonom Bank Danamon Anton Gunawan di Jakarta, Sabtu (13/4/2013).
Padahal, kondisi perekonomian di Asia, menurut dia, sudah lebih baik dari sebelumnya. Hal ini, kata Anton, menunjukkan bahwa neraca perdagangan Indonesia yang selama ini banyak dikontribusikan dari negara-negara kawasan Asia bisa lebih baik.
Anton menambahkan, ekspor Indonesia yang selama ini masih tertekan bisa dipulihkan dengan kondisi membaiknya perekonomian Asia tersebut. Sementara dari sisi neraca pembayaran di kuartal II-2013, Anton memprediksi, defisitnya agak sedikit berkurang karena banyaknya arus dana asing yang masuk (capital inflow).
"Apalagi, dengan suksesnya pemerintah dalam menjual obligasi global (global bonds). Ini akan menjadi sentimen positif," katanya.
Namun, kata Anton, neraca pembayaran ini akan semakin defisit apabila pemerintah tidak segera mengeluarkan kebijakan terkait impor migas yang relatif besar dan menyebabkan neraca pembayaran dan neraca perdagangan defisit. Imbasnya, nilai tukar rupiah menjadi tertekan meski saat ini sudah berada di level Rp 9.600 per dollar AS.
Anton juga mengatakan, jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan perekonomian di dalam negeri, pemerintah harus membereskan masalah-masalah yang terkait dengan defisit neraca keuangan agar tidak membahayakan fiskal negara.
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary