KOMPAS.com - Tim gabungan kejaksaan gagal melakukan eksekusi terhadap mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, Rabu (24/4/2013) lalu, di kediamannya, kawasan Dago Pakar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Susno, yang terjerat kasus korupsi, bersikeras tak mau dieksekusi.
Alasan yang dijadikan dasar penolakan Susno dan tim kuasa hukumnya adalah tidak adanya pencantuman perintah penahanan dalam amar putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung. Menurut pihak Susno, putusan itu batal demi hukum karena tak memuat perintah eksekusi. Pendapat yang sama juga disampaikan mantan Menteri Kehakiman, yang juga Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra. Namun, pendapat berbeda disampaikan sejumlah praktisi hukum, dan Ketua Mahkamah Konstitusi AKil Mochtar. Bagaimana melihat duduk persoalan perdebatan soal eksekusi Susno? Sebenarnya, bisa kah ia dieksekusi?
Akar perdebatan
Argumentasi hukum yang digunakan pihak Susno adalah ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k UU Nomor 81 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Ketentuan pasal itu menyatakan bahwa surat pemidanaan harus memuat perintah agar terdakwa ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan. Pihak Susno menafsirkan, sesuai pasal 197 ayat 2 putusan batal demi hukum jika tak memuat perintah eksekusi.
Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP ini pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Permohonan diajukan oleh Parlin Riduansyah. Saat itu, Yusril Izha Mahendra bertindak sebagai kuasa hukumnya.
Dalam putusan yang dibacakan pada 22 November 2012, MK berpendapat, dalam penjelasan KUHP disebutkan, apabila terjadi kekhilafan atau kekeliruan dalam penulisan pidana seperti diatur Pasal 197, maka tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum. Sebagai hamba Tuhan yang tidak sempurna, menurut MK, hakim dapat membuat kekeliruan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
"Sungguh sangat ironis, bahwa terdakwa sudah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana lalu putusannya tidak dapat dieksekusi hanya karena tidak mencantumkan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan," demikian bunyi putusan MK.
MK juga berpendapat, jika perkaranya berdampak tidak meluas seperti penghinaan, mungkin tidak terlalu merugikan kepentingan umum jika putusan dinyatakan batal demi hukum. Namun, jika perkaranya berdampak sangat luas seperti korupsi namun harus batal demi hukum, pendapat MK, maka putusan itu akan sangat melukai rasa keadilan masyarakat.
Berbagai pendapat
Sejumlah kalangan mulai dari Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua MK Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie turut memberikan pendapat. Apa kata mereka soal pro kontra tafsir atas Pasal 197 KUHAP itu?
1. Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar
Menanggapi pro kontra soal tafsir atas pasal 197 itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan, tidak dicantumkannya Pasal 197 Ayat (1) KUHAP dalam amar putusan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji tidak serta-merta akan membatalkan proses eksekusi terhadapnya. Jika ditafsirkan demikian, menurutnya, seluruh terpidana dalam kasus hukum akan minta dikeluarkan dari penjara.
"Dia lawyer pasti akan mengambil sudut yang memenangkan kliennya. Kalau asumsi sebaliknya, yang dulu batal semua dong," kata Akil saat ditemui di MK, Kamis (25/4/2013).
Akil mengatakan, putusan yang diambil oleh Mahkamah Agung telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht). Oleh karena itu, wajar jika kejaksaan melakukan eksekusi terhadap Susno, yang menjadi terpidana kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
"Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu harus dijalankan karena putusan itu tidak sekadar amar, tetapi juga pertimbangannya," katanya.
2. Mantan Ketua MK Mahfud MD
Mantan Ketua MK Mahfud MD menegaskan, tak ada multi tafsir terhadap Pasal 197 KUHAP. Menurutnya, tak ada yang menghalangi kejaksaan untuk mengeksekusi Susno setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung.
"Tidak multi tafsir, hanya berbeda dengan Yusril," kata Mahfud, Sabtu (9/3/2013).
Ia mengungkapkan, dalam putusan atas uji materi yang diajukan Parlin Riduansyah, MK tidak memberlakukan hukum baru. Dengan demikian, kasus yang terjadi sebelum putusan MK dapat dieksekusi kejaksaan, termasuk Susno Duadji.
3. Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie juga berpendapat, kejaksaan seharusnya tak terpengaruh dengan berbagai tafsir yang berkembang terhadap eksekusi Susno. Ia menegaskan, eksekusi bisa dilakukan setelah kasasi yang diajukan Susno ditolak Mahkamah Agung.
"Harus dilaksanakan pada detik ini juga! Sebagai pejabat negara, jangan ragu-ragu. Tutup mata atas semua perdebatan yang ada, yang tak akan ada habisnya itu. Tidak usah dengarkan orang-orang menafsir hukum semaunya," ujar Jimly, saat dihubungi, Kamis (25/4/2013) malam.
Menurutnya, tidak adanya perintah penahanan dalam amar putusan MA tidak mengurangi substansi putusan. "Tetapi, itu tidak mengurangi substansi. Bahwa ada kesalahan tanda titik, koma, itu banyak terjadi," katanya.
"Jika sampai persoalan teknis dipermasalahkan, jaksa harus ingat betapa banyak mereka yang tak punya kekuasaan seperti Susno yang harus dihukum karena kesalahan titik koma," lanjut Jimly.
Meski memiliki kekurangan, Jimly menegaskan, putusan MA harus dijalankan dan dihormati. "Bagi yang tak puas, tidak usah banyak tafsir di luar, langsung saja debat di pengadilan," ujarnya.
4. Praktisi hukum Todung Mulya Lubis
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai, putusan Mahkamah Agung sudah jelas. Meski tidak mencantumkan perintah untuk penahanan Susno, putusan MA sudah final menguatkan putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan Susno bersalah dan divonis tiga tahun enam bulan penjara.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya menyatakan Susno bersalah dalam dua kasus, yakni penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari senilai Rp 500 miliar dan kasus dana pengamanan Pilkada Jabar 2008 senilai Rp 8 miliar saat menjadi Kapolda Jabar.
"Karena walaupun tidak ada kata penahanan, perintah MA sudah menguatkan putusan sebelumnya. Jadi, secara hukum, artinya sudah final dan putusan pengadilan sebelumnya sudah dikokohkan. Tanpa ada kata penahanan, bagi saya, tidak perlu ada perdebatan soal ini," kata Todung.
Eksekusi Susno
Setelah gagal mengeksekusi Susno, kejaksaan akan kembali menjadwal ulang proses eksekusi. Namun, Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, kejaksaan kini tidak tahu pasti keberadaan Susno. Namun, ia diduga masih berada di Jakarta atau Bandung, Jawa Barat.
"Ya, justru ini kan masih dalam pencarian ya Diperkirakan antara Jakarta, Bandung lah," kata Darmono, di Jakarta, Jumat (26/4/2013).
Darmono menegaskan, pihaknya tetap akan mengeksekusi Susno sesuai perintah undang-undang. Dia berharap, setelah Jaksa Agung Basrief Arief berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo, eksekusi selanjutnya dapat berjalan lancar.
Sementara itu, kuasa hukum Susno Duadji, Firman Wijaya, merahasiakan keberadaan kliennya yang menghilang secara misterius. Firman beralasan, kliennya masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Saat ini, (Susno) masih dalam perlindungan LPSK," klaim Firman dalam wawancara dengan Kompas Petang, Jumat (26/4/2013).
Firman menambahkan, purnawirawan jenderal bintang tiga ini merasa tidak aman secara psikologis terkait rencana penjemputan paksa oleh kejaksaan.
Bagaimana akhir pro kontra eksekusi sang jenderal? Yang jelas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun telah angkat bicara. Sepulang dari lawatan ke empat negara, Jumat (26/4/2013), Presiden mengaku langsung meminta laporan dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief terkait gagalnya eksekusi Susno.
"Dari apa yang dilaporkan, saya instruksikan singkat, tegakkan hukum dengan seadil-adilnya dan sebenar-benarnya," kata Presiden, saat jumpa pers seusai menggelar rapat terbatas.
Presiden mengatakan, rakyat menginginkan tegaknya hukum dan keadilan. Rakyat juga menginginkan pemerintah, terutama kepolisian dan kejaksaan, bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
"Itu yang saya arahkan tadi. Selebihnya, tentu Kapolri dan Jaksa Agung bisa menjabarkan dan melaksanakannya," kata Presiden.
Bola sepenuhnya ada di tangan kejaksaan.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Eksekusi Susno Duadji
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary