JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Jero Wacik kembali tidak hadir dalam rapat kerja dengan Komisi VII soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Atas tindakan itu, Komisi VII sempat geram karena tidak berhasil membicarakan dugaan tindak pidana pada sektor hulu listrik tersebut.
"Pak Dahlan ini kami undang sebagai mantan Dirut PLN. Tapi kali ini malah tidak datang lagi dalam panggilan kedua. Kami hanya ingin mengklarifikasi saja. Ini biar kita tidak dianggap memfitnah dan mempolitisir," kata anggota Komisi VII Alimin Abdullah saat Rapat Kerja di Jakarta, Rabu (24/10/2012).
Menurut Alimin, 32 orang anggota Komisi VII sudah datang dan memenuhi kuorum rapat. Namun obyek yang akan ditanyai malah tidak menghadiri rapat, yaitu Dahlan Iskan dan Jero Wacik.
Alimin sebenarnya ingin mengklarifikasi kepada Dahlan atas temuan BPK terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang diduga merugikan negara sebesar Rp 37 triliun.
"Kasus Bank Century saja yang menghabiskan dana Rp 7,6 triliun sudah gempar. Apalagi PLN yang diduga merugikan negara Rp 37 triliun. Ini malah lebih besar lagi," jelas anggota dari Fraksi PAN ini.
Dengan ketidakhadiran Dahlan Iskan, Alimin menganggap bahwa dia dianggap tidak mempertanggungjawabkan atas temuan BPK.
Anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP Dewi Aryani mengusulkan untuk menunda rapat kerja tersebut. Sebab, Dahlan Iskan sebagai obyek tidak hadir. "Saya mengusulkan untuk menunda rapat ini," tambahnya.
Menurut Dewi, rapat ini seharusnya membicarakan hal yang serius. Sebab, PLN sebagai salah satu perusahaan yang memenuhi kebutuhan energi negara harus mengendalikan energi tersebut.
Jika diduga merugikan negara Rp 37 triliun, maka PLN harus bertanggung jawab. "Saya juga minta bahwa Presiden sebagai Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) bertanggung jawab," tambahnya.
Plt Deputi bidang Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Harry Susetyo menjelaskan dirinya disuruh Dahlan Iskan untuk menghadiri rapat tersebut.
"Yang saya tahu sejak kemarin pak Dahlan ikut jadwal Presiden ke Balikpapan. Namun untuk hari ini saya tidak tahu beliau kemana. Tapi saya disuruh menghadiri rapat ini," kata Harry.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menjelaskan Menteri ESDM Jero Wacik tidak dapat menghadiri rapat ini dikarenakan sakit. "Saya tadi jam 17.00 ditelpon oleh pak Jero untuk menghadiri rapat ini.
Padahal sebelumnya beliau ingin datang, tapi beliau tiba-tiba sakit karena perjalanan jauh, kondisinya kurang enak badan jika perjalanan dinas melebihi tiga jam," kata Rudi.
Akhirnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon menunda rapat temuan BPK ini hingga setelah masa reses DPR. "Kami akan membicarakan rapat ini secara internal. Apakah akan ada rapat lagi, bagaimana konsekuensinya bila pak Dahlan kembali tidak datang dan kemungkinan lainnya," tambahnya.
Sekadar catatan, audit BPK sejak 2009 hingga 2011, ada dugaan kerugian negara di PLN sebesar Rp 37 triliun.
Hingga periode tersebut, kerugian itu terus berlangsung karena PLN belum melakukan perbaikan sehingga pihak DPR ingin memverifikasi masalah tersebut, baik ke Kementerian BUMN maupun Kementerian ESDM.
Verifikasi masalah juga ditujukan ke Dahlan Iskan karena sebelum menjabat sebagai Menteri BUMN, Dahlan juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama PLN.
"Pak Dahlan juga terlibat karena mantan Direktur Utama PLN. Dalam rapat ini, kami ingin memverifikasi masalah tersebut," ujarnya.
Tidak hanya memverifikasi ke Dahlan, DPR juga akan memverifikasi ke Menteri ESDM Jero Wacik, BP Migas, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).
"Di ESDM itu, kita verifikasi, apakah ada peran sehingga terjadi kerugian negara. Begitu juga dengan BP Migas dan PGN karena BP Migas tidak menyuplai gas ke PLN sehingga PLN yang harusnya memakai gas, malah memakai bahan bakar minyak (BBM)," katanya.
Selain dugaan merugikan negara Rp 37 triliun, DPR yang menindaklanjuti temuan BPK juga akan memverifikasi dugaan penyimpangan lain yang dikhawatirkan berpotensi menimbulkan tindak korupsi di anak usaha BUMN tersebut.
Lebih lanjut, kata Effendi, berdasarkan data BPK ini, Komisi VII dapat melakukan audit investigasi, tetapi bukan sebagai auditor dan tidak bisa menuduh PLN serta merta-tanpa tahu dasarnya.
Sebelum ini sampai ke ranah hukum, pihak Komisi VII harus tahu betul dan dapat mematangkan data lebih dulu dan dilanjutkan ke tahap investigasi.
"Pantas subsidi naik terus, lalu siapa yang diuntungkan dengan pemasokan high speed diesel ini," ujarnya.
Ikuti liputan khusus Cerdas Berasuransi